Chinese Restaurant Syndrome, Bukan
Disebabkan MSG.
Apakah karena Alergi Makanan atau
Hipersensitifitas Makanan ?
MSG dituduh sebagai biang keladi penyebab
berbagai keluhan, yang disebut dengan istilah Chinese Restaurant Syndrome.
Istilah ini berasal dari kejadian pada tahun 1968 ketika seorang dokter di
Amerika makan di restoran China, kemudian mengalami mual, pusing, dan
muntah-muntah. Ternyata dalam penelitian ilmiah selanjutnya tidak bukti ilmiah
yang menguatkan hal tersebut. Meski tidak terbukti secara ilmiah, tetapi sampai
saat ini hal tersebut masih banyak diyakini masyarakat dan sebagian dokter.
Ternyata berbagai tanda dan gejala Chinese Restaurant Syndrome tersebut mirip
dengan gejala hipersensitifitas makanan atau alergi makanan.
MSG adalah bahan aditif makanan yang selama
ini dianggap sebagai momok bagi masyarakat. Bila mendengar tidak ada MSG di
dalam makanan maka orang akan merasa aman untuk menyantapnya, tetapi bila ada
kandungan sedikit saja MSG orang sudah berpikir 1001 macam terhadap resiko yang
ditimbulkannya terutama terhadap anak-anak.
Menurut beberapa penelitian sebenarnya MSG
sangat aman dalam dosis tertentu yang direkomendasikan. Sangat berbeda yang
selama ini dianut masyarakat bahwa MSG adalah setan yang bergentayangan di
dalam makanan.
Monosodium glutamat atau MSG adalah garam
natrium (sodium) dari asam glutamat (salah satu asam amino non-esensial
penyusun protein). MSG diperdagangkan sebagai kristal halus berwarna putih, dan
penampakannya mirip gula pasir atau garam dapur. MSG tidak mempunyai rasa,
tetapi mempunyai fungsi sebagai penegas citarasa (flavor enhancer) makanan.
Sebagian besar peneliti meyakini bahwa MSG menstimulir reseptor glutamat yang
terdapat pada lidah untuk menegaskan citarasa daging (meat-like flavor). Akan
tetapi yang berperan dalam hal itu adalah glutamat dalam bentuk bebas (asam
glutamat), bukan sebagai garam natrium (MSG). Reaksinya dengan ion Na+ yang
memiliki elektronegativitas tinggi, menjadikan MSG garam yang ikatannya kuat,
tidak terurai selama proses pemasakan, dan aroma serta citarasanya sudah mulai
terdeteksi pada konsentrasi 0,03%. Buruknya penambahan MSG pada makanan saat
ini masih diyakini banyak orang. Sebagian besar orang cenderung sangat percaya
bahwa MSG itu buruk dan ingin hidup MSG-free sebisa mungkin.
MSG
dibuat dari molasses tebu atau dari tepung jagung, singkong, beras, atau sagu.
Melalui proses fermentasi oleh mikroba, unsur karbohidrat dari bahan-bahan
tersebut diolah menjadi glutamat. Glutamat yang dihasilkan bakteri ini lalu
melalui berbagai proses lagi, seperti netralisasi, dekolorisasi (membuang warna
sehingga menjadi putih), pengkristalan, pengeringan, pengayakan, dan terakhir
pengepakan, hingga siap untuk dipasarkan. MSG, sesuai namanya, adalah natrium
dan glutamat. MSG mengandung natrium sekitar 12% dari berat MSG, dan 78%
glutamat, sedangkan sisanya adalah air sebanyak 10%. Natrium adalah mineral
yang juga merupakan komponen utama garam. Glutamat adalah salah satu jenis
protein yang merupakan komponen alamiah berbagai jenis makanan seperti daging,
ayam, makanan laut, sayuran, dan juga bumbu masak, seperti terasi.
Monosodium glutamat atau MSG adalah garam
natrium (sodium) dari asam glutamat (salah satu asam amino non-esensial
penyusun protein). MSG diperdagangkan sebagai kristal halus berwarna putih, dan
penampakannya mirip gula pasir atau garam dapur. MSG tidak mempunyai rasa,
tetapi mempunyai fungsi sebagai penegas citarasa (flavor enhancer) makanan.
Sebagian besar peneliti meyakini bahwa MSG menstimulir reseptor glutamat yang terdapat
pada lidah untuk menegaskan citarasa daging (meat-like flavor). Akan tetapi
yang berperan dalam hal itu adalah glutamat dalam bentuk bebas (asam glutamat),
bukan sebagai garam natrium (MSG). Reaksinya dengan ion Na+ yang memiliki
elektronegativitas tinggi, menjadikan MSG garam yang ikatannya kuat, tidak
terurai selama proses pemasakan, dan aroma serta citarasanya sudah mulai
terdeteksi pada konsentrasi 0,03%.
Selain itu sebagai flavor enhancement, MSG
banyak menghemat ongkos produksi para menyedia makanan (baik makanan jadi
maupun bahan makanan.) Semakin banyak MSg yang ditambahkan, semakin sedikit
“actual food” yang harus digunakan oleh produser untuk membuat produksinya
menjadi lezat. Contohnya, untuk membuat soto betawi yang rasanya ”mak nyus”, mungkin
diperlukan 1,5 kg daging sapi untuk 4 gelas kaldu. Dengan MSG, 1,5 kg daging
sapi bisa membuat 2 atau 3 kali lipat kaldu sapi. Ini berpengaruh besar
terhadap gizi makanan masyarakat. Ternyata bukan sekedar aman tidaknya MSG
digunakan, tetapi juga berpotensi mengurangi nilai gizi makanan itu sendiri.
Berbagai mitos tentang buruknya penambahan
MSG pada makanan saat ini masih diyakini bukan hanya masyarakat awam bahkan
dokter pun masih trauma tentang bahaya MSG. Sebagian besar orang cenderung
sangat percaya bahwa MSG itu buruk dan ingin hidup MSG-free sebisa mungkin. MSG
ini dapat menembus plasenta pada saat kehamilan, menembus jaringan penyaring
antara darah dan otak (blood brain barrier), menyusup ke lima organ
circumventricular. Pelindung darah otak yang terkontaminasi, dapat
mengakibatkan kelainan hati, trauma, hipertensi, stres, demam tinggi dan proses
penuaan. Penelitian FDA (Food and Drug Administration) tahun 1970 mendapati MSG
dapat memicu reaksi-reaksi seperti, gatal dan bintik-bintik merah pada kulit,
mual dan muntah, sakit kepala migren (berat pada sebelah kepala), asma,
gangguan hati, ketidakmampuan belajar serta depresi.
Saat ini, asupan harian MSG di negara maju
berkisar antara 0,3 – 1,0 gram per hari. Angka asupan ini mungkin lebih
tinggi di negara-negara Asia. Pada tahun 1995 FASEB menjawab permintaan dari
badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat FDA (Food and Drug
Administration) untuk meneliti keamanan MSG terkait dengan banyaknya isu
negatif tentang MSG. FASEB adalah singkatan dari Federation of American
Societies for Experimental Biology, lembaga di Amerika Serikat yang
mendedikasikan diri untuk penelitian seputar ilmu biologi dan biomedis.
Kontroversi Penelitian
Penelitian FDA (Food and Drug
Administration) tahun 1970 mendapati MSG dapat memicu reaksi-reaksi seperti,
gatal dan bintik-bintik merah pada kulit, mual dan muntah, sakit kepala migren
(berat pada sebelah kepala), asma, gangguan hati, ketidakmampuan belajar serta
depresi.
FASEB (the Federation of American Societies
for Experimental Biology) menyampaikan laporan tentang aman tidaknya penggunaan
MSG dalam makanan. Dalam laporannya, membuktikan bahwa makanan yang mengandung
MSG, minimum 5 gram, dapat memicu penyakit asma.
Sementara itu, Truth in Labeling Campaign –
sebuah lembaga untuk kampanye labelisasi AS –membuktikan bahwa reaksi MSG lebih
berisiko pada bayi dan anak-anak .Badan Pengawas Obat dan Makanan AS menyatakan
batas aman penggunaan MSG adalah 2 gram. Namun demikian banyak food scientist
yang setuju bahwa monosodium glutamate sendiri tidak berbahaya pada kesehatan.
Secara lebih luas, MSG memegang peranan penting dalam industri makanan. Sebagai
flavor enhancement, MSG banyak menghemat production cost para menyedia makanan
(baik makanan jadi maupun bahan makanan.) Semakin banyak MSG yang ditambahkan,
semakin sedikit “actual food” yang harus digunakan oleh produser untuk membuat
produksinya menjadi lezat.
Berbagai lembaga yang sangat kompeten baik
di Amerika Serikat maupun di Eropa dan bahkan badan-badan dunia seperti FAO dan
WHO, mengklasifikasikan MSG sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk
dikonsumsi.
Joint Expert Committee on Food Additives
(JECFA) of the UN-FAO dan WHO, menempatkan MSG dalam kategori ingredient pangan
yang paling aman (the safest category of food ingredients). Laporan dari
European Communiities (EC) Scientific Committee for Foods, pada tahun 1991,
memperkuat pernyataan tentang keamanan MSG dan mengklasifikasikan “acceptable
daily intake” (ADI) MSG sebagai “not specified”. Istilah “not specified” untuk
ADI menunjukkan bahwa MSG sebagai ingredient pangan benar-benar aman bagi tubuh
(the most favorable designation for a food ingredient).
EC Committee menyebutkan bahwa ternyata
bayi juga dapat memetabolisasi glutamat seefisien seperti halnya orang dewasa.
Laporan dari the Council on Scientific Affairs of the American Medical
Association pada tahun 1992, menyebutkan bahwa glutamat dalam bentuk bebas atau
dalam bentuk garam atau MSG tidak menunjukkan sesuatu yang membahayakan
kesehatan secara bermakna.
Laporan dari the Federation of American
Societies for Experimental Biology (FASEB) pada tahun 1995, antara lain
menyebutkan bahwa :
(1) sejumlah orang tertentu (an unknown
percentage of the population) dapat bereaksi terhadap MSG dan menimbulkan
gejala seperti sakit kepala, mual-mual, jantung berdebar dan lain-lain. Akan
tetapi gejala tersebut terutama terjadi pada orang yang mengkonsumsi MSG dalam
jumlah banyak (3 g atau lebih) dengan kondisi perut kosong (tanpa disertai
makanan lain). Untuk diketahui, secara normal satu sajian makanan diberi
tambahan MSG kurang dari 0,5 g; dan
(2) MSG tidak terbukti berkontribusi pada
timbulnya penyakit Alzheimer’s dan penyakit kronis lainnya.
Kesepakatan JECFA yang meniadakan ambang
batas aman penggunaan MSG mengundang polemik. Dosis maksimal yang ditetapkan
WHO 120 mg/kgBB/hr sudah terlalu tinggi, apalagi kalau dosis itu ditiadakan.
Begitu pula nilai ambang batas aman tersebut masih dipakai untuk pembandingan
dengan penggunaan keseharian.
MSG Bukan Penyebab Chinese Restaurant
Syndrome
MSG dituduh sebagai biang keladi penyebab
berbagai keluhan, yang disebut dengan istilah Chinese Restaurant Syndrome.
Istilah ini berasal dari kejadian ketika seorang dokter di Amerika makan di
restoran China, kemudian mengalami mual, pusing, dan muntah-muntah. Sindrom ini
terjadi disinyalir lantaran makanan China mengandung banyak MSG. Laporan ini
kemudian dimuat pada New England Journal of Medicine pada 1968.
Secara lengkap, sindrom atau kumpulan
gejala itu terdiri atas:
Rasa terbakar di bagian belakang leher,
lengan atas, dan dada
Rasa penuh di wajah
Nyeri dada
Sakit kepala
Mual
Berdebar-debar
Rasa kebas di belakang leher menjalar ke
lengan dan punggung
Rasa kesemutan di wajah, pelipis, punggung
bagian atas, leher, dan lengan
Mengantuk
Lemah
Namun dari berbagai penelitian ilmiah
selanjutnya tidak menemukan adanya kaitan antara MSG dengan sindrom restoran
China ini. Faktanya, mungkin ada sekelompok kecil orang yang bereaksi negatif
terhadap MSG sehingga mengalami hal-hal tersebut. Tetapi hal inipun tidak bisa
dibedakan apakah juga dipengaruhi oleh reaksi simpang makanan lain yang ada
dalam Chinesse Fod tersebut.
Tetapi bila dicermati reaksi alergi makanan
dalam kandungan masakan Cina juga memberikan tanda dan gejala yang sama.
Seringkali sulit membedakan antara reaksi MSG dan reaksi alergi makanan. Karena
bagi orang tertentu pengidap alergi makanan reaksi simpang makanan karena sea
food, ikan teri, terasi, kerupuk udang reaksinya juga berupa mual, sakit
kepala, nyeri perut, pilek dan kadangkala muntah. Karena ternyata keluhan itu
hanya dialami oleh segelintir manusia. Sayangnya selama ini banyak orang tidak
merasa bahwa dirinya adalah pengidap alergi makanan. Hal ini wajar karena di
Inggris terdapat penelitian bahwa ternyata 15% penderita alergi di Inggris baru
mengetahui setelah usia 25 tahun pindah berganti-ganti dokter ternyata gejala
yang dialaminya itu selama ini adalah gejala alergi. Bayangkan di negara yang
super maju tehnologi kedokterannya saja seperti itu, apalagi di Indonesia. Bila
tidak semua bereaksi dengan MSG maka sangat mungkin bahwa Chines Restaurant
Syndrome adalah reaksi alergi makanan
Tetapi bila dicermati reaksi alergi makanan
dalam kandungan masakan Cina juga memberikan tanda dan gejala yang sama.
Seringkali sulit membedakan antara reaksi MSG dan reaksi alergi makanan atau
hipersensitifitas makanan yang vtekandung dalam Chinesse Food tersebut. Seperti
diketahui Chinesse food kaya akan ikan laut, udang, saos tiram atau cumi.
Ternyata jenis makanan seperti itu adalah makanan yang paling sering sebagai
penyebab alergi makanan pada penderita alergi.
Karena bagi orang tertentu pengidap alergi
makanan reaksi simpang makanan karena sea food, ikan teri, terasi, kerupuk
udang reaksinya juga berupa mual, sakit kepala, nyeri perut, pilek dan
kadangkala muntah. Karena ternyata keluhan itu hanya dialami oleh segelintir
manusia. Sayangnya selama ini banyak orang tidak merasa bahwa dirinya adalah
pengidap alergi makanan atau hipersensitif makanan.
Dalam Penelitian dr Widodo Judarwanto SpA
dari Children Allergy Center penderita
Chinese Restaurant Syndrome, ternyata sebagian besar mempunyai riwayat reaksi
hipersensitifitas makan dan alergi makanan. Dari 25 penderita Chinese Restaurant Syndrome ternyata 10 (40%)
penderita alergi makanan dan 15(60%) adalah penderita hipersensitifitas
makanan. Dari penderita tersebut 22 (88%) penderita mempunyai riwayat gangguan
hipersensitifitas saluran cerna. Gangguan hipersensitifitas saluran cerna
adalah sering mual, nyeri perut, kembung, sulit BAB, Mudah diare atau sering
buang air besar. 14 (56%) penderita pernah mempunyai riwayat migrain, sakit
kepala dan chrinic Fatique Syndrome sebelumnya. Sedangkan 16(64%) penderita
mengalami gangguan kulit yang sensitif, 18(73%) rinitis alergi dan 48% adalah
penderita asma. Namun untuk memastikan sebagai faktor sebab akibat antara Chinese Restaurant Syndrome dan alergi
hipersensitifitas makanan perlu penelitian yamg lebih mendalam lagi.
TANDA DAN GEJALA ALERGI MAKANAN DAN
HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA ORANG DEWASA YANG BEBERAPA DI ANTARANYA MIRIP
CHINESSE RESTAURANT SYNDROME
Sistem Pernapasan
Batuk (terutama malam hari dan pagi hari)
lama dan berulang, BRONKITIS KRONIS, sesak(astma). Sering berdehem (batuk
kecil)
Sistem Telinga Hidung Tenggorok
Sering nyeri tenggorokkan, sering berdahak,
pilek, bersin, hidung buntu, sinusitis, polip, “hidung bengkok”. Telinga gatal,
nyeri atau berair.
Sistem Pembuluh Darah dan jantung
Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka
ke merahan), nyeri dada HEART ATTACK LIKE SYMPTOMS, colaps (jatuh), pingsan,
tekanan darah rendah, arhitmia (denyut jantung tidak teratur)
Sistem Pencernaan
Nyeri perut, sering diare, kembung, muntah,
sulit berak (tidak berak setiap hari), sering buang angin , sariawan, mulut
berbau,
Kulit
Sering gatal, dermatitis, urticaria,
bengkak di bibir, lebam biru kehitaman, bekas hitam seperti digigit nyamuk,
kulit timbul bercak putih (seperti panu), pernah alergi obat.
Sistem Saluran Kemih dan Genitalia
Sering kencing terutama malam hari, nyeri
kencing, vagina: keluar cairan, bengkak, kemerahan, nyeri, sakit bila
berhubungan, KEPUTIHAN
Sistem Susunan Saraf Pusat
Sering sakit kepala, migrain, short lost
memory (sering lupa hanya sesaat ), floating (melayang), Gangguan Tidur (sulit
tidur / insomnia, sering mimpi buruk (terutama bertemu binatang (ular, yang
seram2), malam sering terbangun), susah konsentrasi, claustrophobia (takut ketinggian),
depresi, sering merasa terasing atau sendiri
Perilaku : impulsif (bicara berlebihan),
sering terburu-buru,sering marah, mood swings
Sistem Hormonal
Kulit berminyak (atas leher), kulit kering
(bawah leher), jerawat, endometriosis, Premenstrual Syndrome, kemampuan sex
menurun, Chronic Fatique Symptom (sering lemas seperti tak bertenaga),
Hipoglycemia like syndrome (sering lemas tak bergairah/seperti kurang gula
darah), Gampang marah, Mood swing, sering terasa kesepian, rambut rontok
Jaringan otot dan tulang
Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi,
nyeri dada (heart attack like synptoms/gejala seperti sakit jantung), nyeri
pinggang belakang, otot leher/bahu kaku, gerakan jalan terbatas/seperti
pincang.
Gigi dan Mulut
Sering nyeri gigi dan gusi terutama gigi
belakang (tanpa gigi berlubang/sering dikira karena gigi geraham yang tumbuhnya
miring), sering sariawan luka dimulut..
Mata
Sering mata gatal (sering menggosok mata),
sering bintilan di mata, timbul warna hitam di bawah kelopak mata.
Bagi
orang yang alergi atau tidak tahan MSG, maka makanan yang dikonsumsi mengandung
MSG dianggap dapat menyebabkan penyakit “Restoran Cina” (Chines Restaurant
Syndrome). Gejala penyakit ini adalah 20-30 menit setelah makan makanan yang
dibubuhi MSG yang berlebihan, maka akan timbul rasa mual, haus, pegal-pegal
pada tengkuk, sakit dada dan sesak napas. Padahal selama ini belum ada
penelitian yang sahih yang menunjang pendapat umum tersebut.
Hal ini wajar karena di Inggris terdapat
penelitian bahwa ternyata 15% penderita alergi di Inggris baru mengetahui
setelah usia 25 tahun pindah berganti-ganti dokter ternyata gejala yang
dialaminya itu selama ini adalah gejala alergi. Bayangkan di negara yang super
maju tehnologi kedokterannya saja seperti itu, apalagi di Indonesia. Bila tidak
semua bereaksi dengan MSG maka sangat mungkin bahwa Chines Restaurant Syndrome
adalah reaksi alergi makanan.
END POINTS
SEJAUH INI DALAM DOSIS TERTENTU, DALAM
BERBAGAI PENELITIAN TERNYATA MSG MASIH BISA DIKATAKAN AMAN, TIDAK SEPERTI FOBIA
YANG BANYAK DITAKUTKAN MASYARAKAT. BAHKAN BELUM ADA PENELITIAN YANG MENYEBUTKAN
MSG BERBAHAYA DALAM DOSIS TERTENTU. MESKIPUN DEMIKIAN LEBIH BIJAKSANA BILA KITA
LEBIH MEWASPADAI AKIBAT DARI KELEBIHAN PENGGUNAAN YANG DITIMBULKANNYA
SELAMA INI BILA TIDAK CERMAT EFEK SAMPING
YANG DIAKIBATKAN OLEH MSG SULIT DIBEDAKAN DENGAN REAKSI SIMPANG DARI BAHAN
MAKANAN LAIN YANG TERKANDUNG DALAM SAJIAN MAKANAN TERSEBUT, ATAU SERING DISEBUT
HIPERSENSITIFITAS ATAU ALERGI MAKANAN.
0 komentar:
Posting Komentar