Jumat, 08 Maret 2013

Chinese Restaurant Syndrome


Chinese Restaurant Syndrome, Bukan Disebabkan MSG.
Apakah karena Alergi Makanan atau Hipersensitifitas Makanan ?
 

MSG dituduh sebagai biang keladi penyebab berbagai keluhan, yang disebut dengan istilah Chinese Restaurant Syndrome. Istilah ini berasal dari kejadian pada tahun 1968 ketika seorang dokter di Amerika makan di restoran China, kemudian mengalami mual, pusing, dan muntah-muntah. Ternyata dalam penelitian ilmiah selanjutnya tidak bukti ilmiah yang menguatkan hal tersebut. Meski tidak terbukti secara ilmiah, tetapi sampai saat ini hal tersebut masih banyak diyakini masyarakat dan sebagian dokter. Ternyata berbagai tanda dan gejala Chinese Restaurant Syndrome tersebut mirip dengan gejala hipersensitifitas makanan atau alergi makanan.

MSG adalah bahan aditif makanan yang selama ini dianggap sebagai momok bagi masyarakat. Bila mendengar tidak ada MSG di dalam makanan maka orang akan merasa aman untuk menyantapnya, tetapi bila ada kandungan sedikit saja MSG orang sudah berpikir 1001 macam terhadap resiko yang ditimbulkannya terutama terhadap anak-anak.

Menurut beberapa penelitian sebenarnya MSG sangat aman dalam dosis tertentu yang direkomendasikan. Sangat berbeda yang selama ini dianut masyarakat bahwa MSG adalah setan yang bergentayangan di dalam makanan.

Monosodium glutamat atau MSG adalah garam natrium (sodium) dari asam glutamat (salah satu asam amino non-esensial penyusun protein). MSG diperdagangkan sebagai kristal halus berwarna putih, dan penampakannya mirip gula pasir atau garam dapur. MSG tidak mempunyai rasa, tetapi mempunyai fungsi sebagai penegas citarasa (flavor enhancer) makanan. Sebagian besar peneliti meyakini bahwa MSG menstimulir reseptor glutamat yang terdapat pada lidah untuk menegaskan citarasa daging (meat-like flavor). Akan tetapi yang berperan dalam hal itu adalah glutamat dalam bentuk bebas (asam glutamat), bukan sebagai garam natrium (MSG). Reaksinya dengan ion Na+ yang memiliki elektronegativitas tinggi, menjadikan MSG garam yang ikatannya kuat, tidak terurai selama proses pemasakan, dan aroma serta citarasanya sudah mulai terdeteksi pada konsentrasi 0,03%. Buruknya penambahan MSG pada makanan saat ini masih diyakini banyak orang. Sebagian besar orang cenderung sangat percaya bahwa MSG itu buruk dan ingin hidup MSG-free sebisa mungkin.

 MSG dibuat dari molasses tebu atau dari tepung jagung, singkong, beras, atau sagu. Melalui proses fermentasi oleh mikroba, unsur karbohidrat dari bahan-bahan tersebut diolah menjadi glutamat. Glutamat yang dihasilkan bakteri ini lalu melalui berbagai proses lagi, seperti netralisasi, dekolorisasi (membuang warna sehingga menjadi putih), pengkristalan, pengeringan, pengayakan, dan terakhir pengepakan, hingga siap untuk dipasarkan. MSG, sesuai namanya, adalah natrium dan glutamat. MSG mengandung natrium sekitar 12% dari berat MSG, dan 78% glutamat, sedangkan sisanya adalah air sebanyak 10%. Natrium adalah mineral yang juga merupakan komponen utama garam. Glutamat adalah salah satu jenis protein yang merupakan komponen alamiah berbagai jenis makanan seperti daging, ayam, makanan laut, sayuran, dan juga bumbu masak, seperti terasi.

Monosodium glutamat atau MSG adalah garam natrium (sodium) dari asam glutamat (salah satu asam amino non-esensial penyusun protein). MSG diperdagangkan sebagai kristal halus berwarna putih, dan penampakannya mirip gula pasir atau garam dapur. MSG tidak mempunyai rasa, tetapi mempunyai fungsi sebagai penegas citarasa (flavor enhancer) makanan. Sebagian besar peneliti meyakini bahwa MSG menstimulir reseptor glutamat yang terdapat pada lidah untuk menegaskan citarasa daging (meat-like flavor). Akan tetapi yang berperan dalam hal itu adalah glutamat dalam bentuk bebas (asam glutamat), bukan sebagai garam natrium (MSG). Reaksinya dengan ion Na+ yang memiliki elektronegativitas tinggi, menjadikan MSG garam yang ikatannya kuat, tidak terurai selama proses pemasakan, dan aroma serta citarasanya sudah mulai terdeteksi pada konsentrasi 0,03%.

Selain itu sebagai flavor enhancement, MSG banyak menghemat ongkos produksi para menyedia makanan (baik makanan jadi maupun bahan makanan.) Semakin banyak MSg yang ditambahkan, semakin sedikit “actual food” yang harus digunakan oleh produser untuk membuat produksinya menjadi lezat. Contohnya, untuk membuat soto betawi yang rasanya ”mak nyus”, mungkin diperlukan 1,5 kg daging sapi untuk 4 gelas kaldu. Dengan MSG, 1,5 kg daging sapi bisa membuat 2 atau 3 kali lipat kaldu sapi. Ini berpengaruh besar terhadap gizi makanan masyarakat. Ternyata bukan sekedar aman tidaknya MSG digunakan, tetapi juga berpotensi mengurangi nilai gizi makanan itu sendiri.

Berbagai mitos tentang buruknya penambahan MSG pada makanan saat ini masih diyakini bukan hanya masyarakat awam bahkan dokter pun masih trauma tentang bahaya MSG. Sebagian besar orang cenderung sangat percaya bahwa MSG itu buruk dan ingin hidup MSG-free sebisa mungkin. MSG ini dapat menembus plasenta pada saat kehamilan, menembus jaringan penyaring antara darah dan otak (blood brain barrier), menyusup ke lima organ circumventricular. Pelindung darah otak yang terkontaminasi, dapat mengakibatkan kelainan hati, trauma, hipertensi, stres, demam tinggi dan proses penuaan. Penelitian FDA (Food and Drug Administration) tahun 1970 mendapati MSG dapat memicu reaksi-reaksi seperti, gatal dan bintik-bintik merah pada kulit, mual dan muntah, sakit kepala migren (berat pada sebelah kepala), asma, gangguan hati, ketidakmampuan belajar serta depresi.

Saat ini, asupan harian MSG di negara maju berkisar antara 0,3 – 1,0 gram per hari. Angka asupan ini mungkin lebih tinggi di negara-negara Asia. Pada tahun 1995 FASEB menjawab permintaan dari badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat FDA (Food and Drug Administration) untuk meneliti keamanan MSG terkait dengan banyaknya isu negatif tentang MSG. FASEB adalah singkatan dari Federation of American Societies for Experimental Biology, lembaga di Amerika Serikat yang mendedikasikan diri untuk penelitian seputar ilmu biologi dan biomedis.

Kontroversi Penelitian

Penelitian FDA (Food and Drug Administration) tahun 1970 mendapati MSG dapat memicu reaksi-reaksi seperti, gatal dan bintik-bintik merah pada kulit, mual dan muntah, sakit kepala migren (berat pada sebelah kepala), asma, gangguan hati, ketidakmampuan belajar serta depresi.

FASEB (the Federation of American Societies for Experimental Biology) menyampaikan laporan tentang aman tidaknya penggunaan MSG dalam makanan. Dalam laporannya, membuktikan bahwa makanan yang mengandung MSG, minimum 5 gram, dapat memicu penyakit asma.

Sementara itu, Truth in Labeling Campaign – sebuah lembaga untuk kampanye labelisasi AS –membuktikan bahwa reaksi MSG lebih berisiko pada bayi dan anak-anak .Badan Pengawas Obat dan Makanan AS menyatakan batas aman penggunaan MSG adalah 2 gram. Namun demikian banyak food scientist yang setuju bahwa monosodium glutamate sendiri tidak berbahaya pada kesehatan. Secara lebih luas, MSG memegang peranan penting dalam industri makanan. Sebagai flavor enhancement, MSG banyak menghemat production cost para menyedia makanan (baik makanan jadi maupun bahan makanan.) Semakin banyak MSG yang ditambahkan, semakin sedikit “actual food” yang harus digunakan oleh produser untuk membuat produksinya menjadi lezat.

Berbagai lembaga yang sangat kompeten baik di Amerika Serikat maupun di Eropa dan bahkan badan-badan dunia seperti FAO dan WHO, mengklasifikasikan MSG sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi.

Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) of the UN-FAO dan WHO, menempatkan MSG dalam kategori ingredient pangan yang paling aman (the safest category of food ingredients). Laporan dari European Communiities (EC) Scientific Committee for Foods, pada tahun 1991, memperkuat pernyataan tentang keamanan MSG dan mengklasifikasikan “acceptable daily intake” (ADI) MSG sebagai “not specified”. Istilah “not specified” untuk ADI menunjukkan bahwa MSG sebagai ingredient pangan benar-benar aman bagi tubuh (the most favorable designation for a food ingredient).

EC Committee menyebutkan bahwa ternyata bayi juga dapat memetabolisasi glutamat seefisien seperti halnya orang dewasa. Laporan dari the Council on Scientific Affairs of the American Medical Association pada tahun 1992, menyebutkan bahwa glutamat dalam bentuk bebas atau dalam bentuk garam atau MSG tidak menunjukkan sesuatu yang membahayakan kesehatan secara bermakna.

Laporan dari the Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) pada tahun 1995, antara lain menyebutkan bahwa :

(1) sejumlah orang tertentu (an unknown percentage of the population) dapat bereaksi terhadap MSG dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala, mual-mual, jantung berdebar dan lain-lain. Akan tetapi gejala tersebut terutama terjadi pada orang yang mengkonsumsi MSG dalam jumlah banyak (3 g atau lebih) dengan kondisi perut kosong (tanpa disertai makanan lain). Untuk diketahui, secara normal satu sajian makanan diberi tambahan MSG kurang dari 0,5 g; dan
(2) MSG tidak terbukti berkontribusi pada timbulnya penyakit Alzheimer’s dan penyakit kronis lainnya.
Kesepakatan JECFA yang meniadakan ambang batas aman penggunaan MSG mengundang polemik. Dosis maksimal yang ditetapkan WHO 120 mg/kgBB/hr sudah terlalu tinggi, apalagi kalau dosis itu ditiadakan. Begitu pula nilai ambang batas aman tersebut masih dipakai untuk pembandingan dengan penggunaan keseharian.

MSG Bukan Penyebab Chinese Restaurant Syndrome



MSG dituduh sebagai biang keladi penyebab berbagai keluhan, yang disebut dengan istilah Chinese Restaurant Syndrome. Istilah ini berasal dari kejadian ketika seorang dokter di Amerika makan di restoran China, kemudian mengalami mual, pusing, dan muntah-muntah. Sindrom ini terjadi disinyalir lantaran makanan China mengandung banyak MSG. Laporan ini kemudian dimuat pada New England Journal of Medicine pada 1968.

Secara lengkap, sindrom atau kumpulan gejala itu terdiri atas:

Rasa terbakar di bagian belakang leher, lengan atas, dan dada
Rasa penuh di wajah
Nyeri dada
Sakit kepala
Mual
Berdebar-debar
Rasa kebas di belakang leher menjalar ke lengan dan punggung
Rasa kesemutan di wajah, pelipis, punggung bagian atas, leher, dan lengan
Mengantuk
Lemah


Namun dari berbagai penelitian ilmiah selanjutnya tidak menemukan adanya kaitan antara MSG dengan sindrom restoran China ini. Faktanya, mungkin ada sekelompok kecil orang yang bereaksi negatif terhadap MSG sehingga mengalami hal-hal tersebut. Tetapi hal inipun tidak bisa dibedakan apakah juga dipengaruhi oleh reaksi simpang makanan lain yang ada dalam Chinesse Fod tersebut.

Tetapi bila dicermati reaksi alergi makanan dalam kandungan masakan Cina juga memberikan tanda dan gejala yang sama. Seringkali sulit membedakan antara reaksi MSG dan reaksi alergi makanan. Karena bagi orang tertentu pengidap alergi makanan reaksi simpang makanan karena sea food, ikan teri, terasi, kerupuk udang reaksinya juga berupa mual, sakit kepala, nyeri perut, pilek dan kadangkala muntah. Karena ternyata keluhan itu hanya dialami oleh segelintir manusia. Sayangnya selama ini banyak orang tidak merasa bahwa dirinya adalah pengidap alergi makanan. Hal ini wajar karena di Inggris terdapat penelitian bahwa ternyata 15% penderita alergi di Inggris baru mengetahui setelah usia 25 tahun pindah berganti-ganti dokter ternyata gejala yang dialaminya itu selama ini adalah gejala alergi. Bayangkan di negara yang super maju tehnologi kedokterannya saja seperti itu, apalagi di Indonesia. Bila tidak semua bereaksi dengan MSG maka sangat mungkin bahwa Chines Restaurant Syndrome adalah reaksi alergi makanan

Tetapi bila dicermati reaksi alergi makanan dalam kandungan masakan Cina juga memberikan tanda dan gejala yang sama. Seringkali sulit membedakan antara reaksi MSG dan reaksi alergi makanan atau hipersensitifitas makanan yang vtekandung dalam Chinesse Food tersebut. Seperti diketahui Chinesse food kaya akan ikan laut, udang, saos tiram atau cumi. Ternyata jenis makanan seperti itu adalah makanan yang paling sering sebagai penyebab alergi makanan pada penderita alergi.

Karena bagi orang tertentu pengidap alergi makanan reaksi simpang makanan karena sea food, ikan teri, terasi, kerupuk udang reaksinya juga berupa mual, sakit kepala, nyeri perut, pilek dan kadangkala muntah. Karena ternyata keluhan itu hanya dialami oleh segelintir manusia. Sayangnya selama ini banyak orang tidak merasa bahwa dirinya adalah pengidap alergi makanan atau hipersensitif makanan.

Dalam Penelitian dr Widodo Judarwanto SpA dari Children Allergy Center  penderita Chinese Restaurant Syndrome, ternyata sebagian besar mempunyai riwayat reaksi hipersensitifitas makan dan alergi makanan. Dari 25 penderita  Chinese Restaurant Syndrome ternyata 10 (40%) penderita alergi makanan dan 15(60%) adalah penderita hipersensitifitas makanan. Dari penderita tersebut 22 (88%) penderita mempunyai riwayat gangguan hipersensitifitas saluran cerna. Gangguan hipersensitifitas saluran cerna adalah sering mual, nyeri perut, kembung, sulit BAB, Mudah diare atau sering buang air besar. 14 (56%) penderita pernah mempunyai riwayat migrain, sakit kepala dan chrinic Fatique Syndrome sebelumnya. Sedangkan 16(64%) penderita mengalami gangguan kulit yang sensitif, 18(73%) rinitis alergi dan 48% adalah penderita asma. Namun untuk memastikan sebagai faktor sebab akibat antara  Chinese Restaurant Syndrome dan alergi hipersensitifitas makanan perlu penelitian yamg lebih mendalam lagi.

TANDA DAN GEJALA ALERGI MAKANAN DAN HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA ORANG DEWASA YANG BEBERAPA DI ANTARANYA MIRIP CHINESSE RESTAURANT SYNDROME

Sistem Pernapasan
Batuk (terutama malam hari dan pagi hari) lama dan berulang, BRONKITIS KRONIS, sesak(astma). Sering berdehem (batuk kecil)
 Sistem Telinga Hidung Tenggorok
Sering nyeri tenggorokkan, sering berdahak, pilek, bersin, hidung buntu, sinusitis, polip, “hidung bengkok”. Telinga gatal, nyeri atau berair.
Sistem Pembuluh Darah dan jantung
Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan), nyeri dada HEART ATTACK LIKE SYMPTOMS, colaps (jatuh), pingsan, tekanan darah rendah, arhitmia (denyut jantung tidak teratur)
Sistem Pencernaan
Nyeri perut, sering diare, kembung, muntah, sulit berak (tidak berak setiap hari), sering buang angin , sariawan, mulut berbau,
Kulit
Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam biru kehitaman, bekas hitam seperti digigit nyamuk, kulit timbul bercak putih (seperti panu), pernah alergi obat.
Sistem Saluran Kemih dan Genitalia
Sering kencing terutama malam hari, nyeri kencing, vagina: keluar cairan, bengkak, kemerahan, nyeri, sakit bila berhubungan, KEPUTIHAN
Sistem Susunan Saraf Pusat
Sering sakit kepala, migrain, short lost memory (sering lupa hanya sesaat ), floating (melayang), Gangguan Tidur (sulit tidur / insomnia, sering mimpi buruk (terutama bertemu binatang (ular, yang seram2), malam sering terbangun), susah konsentrasi, claustrophobia (takut ketinggian), depresi, sering merasa terasing atau sendiri
Perilaku : impulsif (bicara berlebihan), sering terburu-buru,sering marah, mood swings
Sistem Hormonal
Kulit berminyak (atas leher), kulit kering (bawah leher), jerawat, endometriosis, Premenstrual Syndrome, kemampuan sex menurun, Chronic Fatique Symptom (sering lemas seperti tak bertenaga), Hipoglycemia like syndrome (sering lemas tak bergairah/seperti kurang gula darah), Gampang marah, Mood swing, sering terasa kesepian, rambut rontok
Jaringan otot dan tulang
Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri dada (heart attack like synptoms/gejala seperti sakit jantung), nyeri pinggang belakang, otot leher/bahu kaku, gerakan jalan terbatas/seperti pincang.
Gigi dan Mulut
Sering nyeri gigi dan gusi terutama gigi belakang (tanpa gigi berlubang/sering dikira karena gigi geraham yang tumbuhnya miring), sering sariawan luka dimulut..
Mata
Sering mata gatal (sering menggosok mata), sering bintilan di mata, timbul warna hitam di bawah kelopak mata.
 Bagi orang yang alergi atau tidak tahan MSG, maka makanan yang dikonsumsi mengandung MSG dianggap dapat menyebabkan penyakit “Restoran Cina” (Chines Restaurant Syndrome). Gejala penyakit ini adalah 20-30 menit setelah makan makanan yang dibubuhi MSG yang berlebihan, maka akan timbul rasa mual, haus, pegal-pegal pada tengkuk, sakit dada dan sesak napas. Padahal selama ini belum ada penelitian yang sahih yang menunjang pendapat umum tersebut.

Hal ini wajar karena di Inggris terdapat penelitian bahwa ternyata 15% penderita alergi di Inggris baru mengetahui setelah usia 25 tahun pindah berganti-ganti dokter ternyata gejala yang dialaminya itu selama ini adalah gejala alergi. Bayangkan di negara yang super maju tehnologi kedokterannya saja seperti itu, apalagi di Indonesia. Bila tidak semua bereaksi dengan MSG maka sangat mungkin bahwa Chines Restaurant Syndrome adalah reaksi alergi makanan.

END POINTS

SEJAUH INI DALAM DOSIS TERTENTU, DALAM BERBAGAI PENELITIAN TERNYATA MSG MASIH BISA DIKATAKAN AMAN, TIDAK SEPERTI FOBIA YANG BANYAK DITAKUTKAN MASYARAKAT. BAHKAN BELUM ADA PENELITIAN YANG MENYEBUTKAN MSG BERBAHAYA DALAM DOSIS TERTENTU. MESKIPUN DEMIKIAN LEBIH BIJAKSANA BILA KITA LEBIH MEWASPADAI AKIBAT DARI KELEBIHAN PENGGUNAAN YANG DITIMBULKANNYA
SELAMA INI BILA TIDAK CERMAT EFEK SAMPING YANG DIAKIBATKAN OLEH MSG SULIT DIBEDAKAN DENGAN REAKSI SIMPANG DARI BAHAN MAKANAN LAIN YANG TERKANDUNG DALAM SAJIAN MAKANAN TERSEBUT, ATAU SERING DISEBUT HIPERSENSITIFITAS ATAU ALERGI MAKANAN.

0 komentar:

Posting Komentar